Artikel


Ingin anak Anda sukses? Perhatikan, siapa gurunya!

Sebuah riset yang dilakukan oleh S. Paul Wright, Sandra Horn, dan William Sanders (1997) terhadap 60 ribu siswa memberi pelajaran berharga kepada kita betapa pentingnya memperhatikan siapa yang menjadi guru bagi anak-anak kita. Hasil riset yang mereka lakukan menunjukkan bahwa faktor paling penting yang berpengaruh secara langsung terhadap belajar murid adalah guru. Maka, jika anak- anak yang kurang bergairah saat belajar, pertanyaan pertama yang harus dijawab secara tuntas sebelum memanggil orangtua adalah bagaimana guru mengelola kelas dan menjalin hubungan dengan murid-muridnya. Di luar itu, ada pertanyaan lain yang harus dijawab, apakah guru memiliki integritas pribadi atau tidak. Ini berarti, kompetensi saja tak cukup.
Kembali pada riset yang kita perbincangkan di awal tulisan ini. Wright dan kawan-kawan mencatat bahwa, guru-guru yang efektif mampu menjadikan para muridnya berkembang secara efektif. Ini berlaku untuk semua siswa dengan berbagai jenjang prestasi, tidak peduli seberapa majemuk ragam anak-anak di kelas. Jika di kelas banyak anak yang gagal mengembangkan kemampuannya secara efektif, berarti guru tidak mampu mengelola kelas. Bahkan bisa lebih dari itu, yakni tidak mengenali para muridnya dengan baik.
Catatan ini menunjukkan bahwa, kegiatan belajar-mengajar yang efektif sangat sulit terjadi apabila guru tidak mampu mengelola kelas dengan baik. Jika murid banyak yang menunjukkan perilaku menyimpang atau antar murid tidak ada rasa saling hormat, tak ada aturan dan prosedur yang dihormati sebagai panduan perilaku, dan rasa persahabatan antar siswa sangat rendah, maka kekacauan di kelas akan menjadi hal yang wajar. Dalam situasi seperti ini, kata Marzano dalam bukunya yang bertajuk Classroom Management That Works (2003), baik guru maupun murid sama-sama menderita. Guru harus berjuang mati-matian untuk mengajar, dan murid hampir pasti belajar jauh lebih sedikit daripada yang seharusnya mereka lakukan.
Berbagai riset menunjukkan bahwa anak-anak yang kemampuan matematikanya rendah dengan skor 50% ke bawah, meningkat pesat kemampuannya setelah 2 tahun jika ia belajar di sekolah yang efektif dan guru yang juga efektif. Sedangkan anak-anak yang belajar di sekolah rata-rata dengan kemampuan guru mengelola kelas yang juga rata-rata, tidak mengalami perubahan apa pun setelah dua tahun. Tetap saja kemampuannya tidak berkembang dengan baik. Sementara anak-anak yang belajar di sekolah yang tidak efektif dan –celakanya—memperoleh guru yang juga tidak efektif, justru makin lama makin bodoh. Semakin lama ia bersekolah semakin terpuruk prestasinya, semakin tidak mampu ia mengembangkan potensinya.
Pelajaran apa yang bisa kita petik? Setiap anak bisa mengembangkan kemampuannya. Mereka bisa meraih sukses jika memperoleh bimbingan dari guru yang baik; guru yang mampu menjalin hubungan akrab dengan muridnya secara bermartabat, bisa membangkitkan tanggung jawab murid bagi kelangsungan pembelajaran yang penuh semangat, tegas dalam menegakkan disiplin sekaligus dapat melakukan intervensi disiplin secara ketat di kelas, mampu membuat aturan dan prosedur kelas yang menjadi panduan bagi siswa dalam berperilaku, serta memiliki kecakapan membangun sikap mental yang tepat bagi muridnya maupun dirinya sendiri.
Saya perlu menggarisbawahi masalah kemampuan menjalin hubungan akrab secara bermartabat. Apa yang perlu kita perhatikan di sini? Selain terampil menjalin keakraban dengan siswa, yang tidak boleh ditawar-tawar adalah keharusan menjaga batas antara murid dan guru. Akrab dan bersahabat (friendly) memang harus, tetapi harus diingat bahwa guru adalah seorang pendidik dan pembimbing yang bertugas memberi arahan. Ada garis tegas yang perlu diperhatikan agar murid tetap memiliki tata-krama yang baik. Harry K. Wong & Rosemary T. Wong bahkan mengingatkan dalam bukunya yang berjudul How to Be an Effective Teacher: The First Days of School. Buku yang berisi panduan tentang apa yang harus dilakukan oleh guru pada bulan-bulan pertama di sekolah ini menegaskan bahwa setiap guru harus akrab, peduli, penuh cinta, dan sekaligus peka terhadap murid. Tetapi mereka bukanlah teman. Guru harus mampu menjalin hubungan yang bersahabat, tetapi tetap bukan teman yang membuat murid kehilangan tata-krama.
Apa artinya? Menjadi guru efektif yang membuat setiap murid mampu meraih sukses, bukan hanya soal kompetensi. Guru memang harus menguasai bidang studi yang diajarkan. Bukan hanya menang semalam, yakni sekadar belajar lebih awal daripada muridnya. Guru juga harus terampil mengajar. Sangat mumpuni dalam bidang yang diajarkan tetapi tidak mampu menyampaikan dengan baik dan kurang mampu menerangkan secara komunikatif, juga akan berakibat murid mengalami kesulitan belajar. Mereka menjadi bodoh bukan karena tidak memiliki potensi untuk menguasai pelajaran dengan baik, tetapi karena guru gagal dalam memahamkan murid.
Itu sebabnya, kriteria ketuntasan minimal (KKM) dapat dipandang dari dua arah. Pertama, KKM adalah standar minimal yang harus dicapai oleh murid. Jika ada yang tidak mampu mencapai KKM, maka kesalahan sepenuhnya dapat ditimpakan kepada murid dan orangtua. Cara pandang inilah yang banyak dianut sekolah-sekolah kita di negeri ini. Kedua, KKM merupakan target kemampuan murid yang harus dibangun oleh guru. Jika ada murid yang gagal memenuhi KKM, maka guru melakukan evaluasi caranya mengajar dan menangani murid. Cara pandang inilah yang diterapkan di sekolah-sekolah efektif, sehingga guru terbiasa melakukan penilaian, evaluasi, dan meneliti tindakannya di kelas. Ia berusaha menemukan sebab setiap masalah. Apalagi jika jumlah murid yang bermasalah, misalnya gagal memenuhi KKM, merupakan mayoritas.
Tetapi, sekali lagi, penguasaan materi yang baik serta keterampilan mengajar bukan aspek utama yang menjadikan seseorang sebagai guru efektif. Ada aspek lain yang lebih mendasar, yakni motivasi, integritas, dan komitmen. Yang disiplinnya rendah misalnya, meskipun mampu mengajar secara menarik, tetapi mereka tidak patut menjadi guru olah raga. Apalagi guru motivasi. Yang integritasnya rendah, jangan pernah mengambil u pelajaran akidah-akhlak karena keduanya –akidah maupun akhlak—bukan urusan kognitif semata. Ia adalah bagian dari sikap hidup yang harus menyatu dalam setiap helaan nafas kita.
Alhasil, ada yang perlu kita perhatikan. Setiap sekolah perlu memberi perhatian serius untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar. Tetapi ini tidak cukup. Pada saat yang sama, harus ada usaha serius untuk meningkatkan secara terus-menerus kualitas pribadi setiap guru, baik yang berkaitan dengan motivasi, iman, akhlak, komitmennya terhadap agama maupun pendidikan, serta integritas pribadi. Ini semua sangat penting untuk memastikan agar setiap murid mampu meraih sukses. Lebih-lebih untuk sekolah Islam yang telah menyatakan sikap bahwa agama ini yang menjadi ruh dari seluruh kegiatan yang ada di sekolah, peningkatan kualitas pribadi setiap guru tak dapat ditawar-tawar lagi.
Setiap wali murid juga perlu memperhatikan ini sebab di tangan para guru itulah kita serahkan masa depan anak-anak kita!
Box (inspiring word): Harus ada usaha serius untuk meningkatkan secara terus-menerus kualitas pribadi setiap guru, baik yang berkaitan dengan motivasi, iman, akhlak, komitmennya terhadap agama maupun pendidikan, serta integritas pribadi. Ini semua sangat penting untuk memastikan agar setiap murid mampu meraih sukses. Lebih-lebih untuk sekolah Islam yang telah menyatakan sikap bahwa agama ini yang menjadi ruh dari seluruh kegiatan yang ada di sekolah, peningkatan kualitas pribadi setiap guru tak dapat ditawar-tawar lagi.
By Mohammad Fauzil Adhim



KENALI BEBERAPA KESALAHAN ANDA DALAM MENDIDIK ANAK

Semua orang tua tentu menginginkan yang terbaik untuk anak. Namun dalam perjalanannya seringkali orang tua terjebak dalam kesalahan-kesalahan yang tidak mereka sadari.

Seperti dikutip Ezine, berikut beberapa kesalahan umum yang sering dilakukan orang tua ketika mendidik anak:

1. Ceramah bukan diskusiSecara psikologis, anak-anak lebih mudah mencerna jika diajak berdiskusi daripada diberi ceramah panjang lebar. Anak-anak senang diperlakukan seperti orang dewasa ketika mereka sedang bertumbuh kembang. Mereka tidak terlalu suka diatur dan dinasihati terlalu sering.

Metode berdiskusi justru bisa membuat anak percaya diri karena dipercaya untuk mengungkapkan pendapat. Selain itu, orang tua juga bisa lebih memahami sisi pandang anak. Siapa tahu, pendapat dari anak tersebut bisa membuka wawasan baru orang tua tentang suatu isu. Apalagi tentang isu-isu yang cepat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

2. MeremehkanSaking sibuknya, kadang orang tua sering meremehkan atau menyepelekan perubahan perilaku dari anak. Ketika anak bertumbuh kembang, melihat banyak hal, mempelajari berbagai pengalaman hidup, pelan-pelan kepribadian mereka ikut berubah. Mereka mulai bisa memilih menjadi pribadi seperti apa yang mereka inginkan.

Jangan pernah menyepelekan perubahan sekecil apapun pada anak. Usahakan untuk tetap memiliki waktu bertukar cerita dengang anak Anda. Ketahui apa yang sedang ia inginkan atau ia suka. Tanyakan juga kabar teman sekolah atau teman bermainnya. Berikan perhatian terhadap kegiatannya dan diskusikan lebih jauh tentang hal-hal yang menganggu Anda. Dengan mengenali tanda-tanda perubahan lebih awal, Anda bisa mencegah terjadinya hal-hal buruk pada anak Anda di masa datang.

3. Peraturan dan BatasanHal paling umum yang dilakukan orang tua saat mendidik anak adalah mengatur dan memberi batasan. Persepsi umum terhadap hal ini adalah jika anak melanggar peraturan atau batasan maka anak akan diberi hukuman. Hukuman tersebut akan membuatnya belajar tentang kedisiplinan.

Persepsi tersebut tak sepenuhnya salah tapi juga belum tentu baik. Daripada sekadar mengatur dan memberi batasan, Anda bisa memberi pengertian tentang situasi yang dimaksud dan memberi tahu efek baik dan buruknya kepada anak. Dengan begitu, anak bisa belajar mengenali mana hal yang baik dan mana yang buruk dengan sendirinya. Jika demikian, maka Anda tak perlu selalu repot dan keras tentang peraturan karena ia sudah bisa menilai sendiri mana hal yang baik dan buruk.

4. Cita-cita yang Tak Masuk AkalBanyak orang tua yang membebankan cita-cita pribadinya pada sang anak. Ada juga yang merasa tak mau kalah saing dengan anak tetangga atau saudara. Membebankan cita-cita yang tidak masuk akal bisa membuat anak tertekan. Anak menjadi frustrasi dan bisa berpengaruh buruk terhadap perkembangannya.

Sebaiknya, pelan-pelan kenali bakat dan potensi anak. Amati kegiatannya sehari-hari atau konsultasikan dengan ahli psikologi. Dengan mengetahui bakat dan minat anak, Anda bisa mengukur potensi yang dimiliki dan merencanakan tujuan yang realistis dan membuat anak bersemangat. Dengan mengembangkan potensi dan bakatnya, anak juga akan merasa lebih percaya diri.

5. Selalu menekankan pada kesalahanBanyak orang tua yang senang menegur keras anak ketika berbuat salah. Hal ini dilakukan dengan harapan anak akan berubah dan tidak mengulangi kesalahannya. Hal tersebut belum tentu sepenuhnya akan berhasil, umumnya anak-anak justru akan semakin bersikap tidak percaya diri dan enggan untuk berubah. Anak-anak juga punya gengsi yang kadang membuat mereka enggan diperintah tanpa ada kesempatan membela diri.

Karena itu, sebaiknya orang tua jangan hanya selalu memfokuskan pada hal-hal yang negatif saja. Jika sang anak melakukan hal yang positif beri ia pujian agar ia termotivasi untuk terus berbuat baik. Jika anak melakukan kesalahan, redakan emosi Anda lalu bicaralah baik-baik dengan anak. Dengarkan sudut pandangnya dan beri masukan agar ia tidak mengulangi hal yang sama.

6. Menyerahkan pada sekolah dan teknologiSekolah dan teknologi seperti internet serta televisi memang bisa membantu Anda dalam memberi akses informasi dan pengetahuan pada anak. Tapi jangan serahkan sepenuhnya keingitahuan anak Anda pada sekolah dan internet. Hal-hal yang perlu mereka ketahui tentang obat terlarang, teman yang kurang baik, perilaku negatif, seks, dan permasalahan lainnya sebaiknya diketahui anak lewat orang tua.

Orang tua bisa berdiskusi dengan anak tentang hal-hal tersebut termasuk mengetahui tentang lingkungan pergaulan sang anak. Anak-anak yang sering berdiskusi dengan orang tua tentang hal-hal buruk bisa menurunkan risiko mereka terlibat dalam hal-hal tersebut. Jangan menjadi sosok yang menakutkan bagi anak. Jika ia merasa tidak bisa berbicara dengan Anda, maka ia akan mencari tahu ke sumber lainnya. Tentu Anda tak mau hal itu terjadi bukan?

http://www.voa-islam.com/muslimah/education/2011/08/17/15798/kenali-beberapa-kesalahan-anda-dalam-mendidik-anak/




Tips Memotivasi Siswa Kelas 1-3 SD untuk Menyelesaikan Tugas

Kendala yang dihadapi guru di kelas bukan hanya masalah kognisi atau psikomotor saja. M.asalah yang berhubungan dengan afeksi atau prilaku siswa terkadang menuntut guru untuk segera menanganinya.
Salah satu kendala yang dihadapi guru adalah sikap tanggung jawab dan kemandirian siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru di kelas. Kerap kita sebagai guru menemui anak yang tidak dapat menyelesaikan tugas misalnya menyelesaikan soal latihan di papan tulis untuk disalin dan dikerjakan di buku tulis siswa. Waktu yang tersedia selama 2 x 35 menit belum cukup bagi mereka untuk menuntaskan latihan itu. Akhirnya lagi dan lagi mereka tak selesai. Latihan soal di sekolah ujung-ujungnya buat PR saja. Jika hal ini berlangsung terus menerus tentu jiwa pendidik kita tergerak untuk memperbaiki prilaku belajar ini. Jika motivasi verbal sudah tidak dapat digunakan mungkin strategi ini dapat membantu. Salah satu strategi yang saya terapkan di kelas adalah dengan permainan balap mobil (baca: balap nulis)

1. Sediakan 4 gambar mobil dengan warna berbeda yang mewakili tiap barisan bangku siswa. Unduh saja gbr mobil ini di google gambar supaya cepat.

 
2. Gunting/buat lubang berbentuk persegi panjang/kotak di bagian tengah gbr mobil. Ini gunanya untuk untuk menulis nama si pembalap.

 
3. Tempelkan ke empat gbr mobil di papan tulis.

 
4.. Tentukan siapa anak yang menjadi pembalap. Dialah yang menjadi wakil dari tiap barisan. Karena target dari permainan ini adalah agar ‘slow writer’ dapat menuntaskan tugasnya, tentu. saja kita memilih anak-anak yang selalu tak selesai menyelesaikan latihan.

 
5. Tulislah nama mereka di kotak yang tersedia

 
6. Buat aturan permainan balap mobil ini misalnya setiap barisan akan dinilai oleh guru apabila si pembalap sudah selesai menulis. Jadi sang pembalap harus bertanggung jawab pada barisannya agar teman-temannya mendapat nilai dari guru. Kalau pembalap belum selesai, harap menunggu.

 
7. Guru mulai menuliskan latihan di papan tulis untuk dikerjakan oleh semua anak. Dengan catatan , guru akan menilai tiiap barisan jika pembalap sudah selesai. So.. Does it work? 
Alhamdulillah … Para slow writers akhirnya bisa menyelesaikan tulisannya. Dengan waktu 5x lebih cepat dari biasanya. Fantastik bukan?
Jadi kendala yang dihadapi para slow writers itu bukan pada kemampuan motorik halusnya akan tetapi adalah dari niat mereka untuk menyelesaikan tugas. 

http://msrestyshare.wordpress.com/2011/05/04/tips-memotivasi-siswa-kelas-rendah-kelas-1-3-sd-untuk-menyelesaikan-tugas/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH DAN LATAR BELAKANG

Profil SD IT Laboratorium

PROGRAM PENUNJANG