LETUSAN GUNUNG KELUD
Gunung
Kelud, adalah salah satu gunung yang mempunyai kawah yang ditutupi danau
sebelum 2007. Material yang ada di dalam perut bumi, di tutup paksa oleh danau
di atas kawah tersebut sehingga menimbulkan tekanan yang beragam.
Pada
2007 silam, tumbuh kubah lava yang berasal dari magma yang berhasil menerobos
material di danau tersebut dan membentuk anak G Kelud. Sebenarnya G Kelud sudah
mulai terlihat bakal memiliki letusan yang berbeda nanti. Entah kapan, tetapi
kubah Lava itu telah membeku dan menyebabkan tekanan yang besar selama
bertahun-tahun dan menyebabkan letusan eksplosif pada tahun 2014.
Letusan
dayshat terjadi karena selain memuntahkan lava pijar, tekanan magma juga
menghancurkan kubah lava dan membuat hujan kerikil yang begitu besar di
sekitaran Gunung. Lava yang sudah mengeras itu hancur akibat tekanan kuat dan
terlempar hingga beribu-ribu kilometer dan menimpa lebih dari 20km wilayah di
sekiataran gunung.
Letusan
ini menimbulkan lava pijar bahkan membuat langit mengeluarkan kilat yang
menakutkan akibat gesekan-gesekan yang menimbulkan muatan listrik statis yang
besar di atas awan dan meluncurkan kilat.
Abu-abu
yang bertebangan begitu banyak akibat lava yang terlempar ke udara dan bertemu
awan yang sedikit lembab dan suhu dingin di kala malam, membuatnya cepat padam
dan menjadi abu. Ini diperparah dengan kondisi angin yang ke arah barat sejak
meletus dan membuat daerah-daerah di sisi barat mengalami hujan abu tertebal
dan terparah ketimbang merapi. Barulah beberapa jam kemudian angin berputar ke
Malang, ke sisi timur dan utara. Gunung berketinggian 1113 meter di atas
permukaan laut ini mengingatkan ane atas bencana Gunung Krakatau yang dashyat
dahulu.
Diperkirakan,
G Kelud akan mempunyai siklus letusan baru karena letusan kali ini berada pada
7 tahun setelah letusan 2007.
Hati-hati
debu kelut yang mempunyai ukuran mikro dan tajam. Dapat melukai paru-paru anda.
Pakailah masker.
APA BAHAYA DEBU VULKANIK BAGI
KESEHATAN?
Material vulkanik dari letusan
gunung berapi dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan. Muntahan material
terutama debu vulkanik berpotensi mengganggu kesehatan, terutama sistem
pernafasan.
Seperti diungkapkan ahli kesehatan paru dari Rumah Sakit
Persahabatan Jakarta, dr Agus Santoso, SpP, ada beberapa faktor yang
memengaruhi seberapa besar dampak debu vulkanik terhadap kesehatan. Faktor ini
di antaranya konsentrasi partikel, proporsi debu yang terhirup, serta kondisi
meteorologi.
Menurut Agus, debu vulkanik yang halus dan berukuran
sangat kecil, yaitu kurang dari 10 mikron, berpotensi mengganggu pernapasan.
Bahkan, debu berukuran kurang dari 5 mikron dapat menembus saluran pernapasan
bagian bawah atau organ paru-paru.
Efek atau dampak debu vulkanik juga ditentukan oleh
partikel pendukungnya. Debu yang disertai kristal silika menimbulkan dampak
lebih merusak dan menyebabkan gangguan pernapasan berat.
Sementara itu, debu vulkanik yang disertai hawa panas
dapat membawa debu piroklastik dengan permukaan tidak teratur dan cenderung
tajam. Gangguan akibat debu piroklastik ini bisa menyebabkan kematian karena
luka pada saluran pernapasan.
Debu vulkanik lain yang patut diwaspadai, kata Agus,
adalah yang disertai gas CO, H2S, SO2, dan bersifat asam.
Dampak debu vulkanik bagi kesehatan, lanjut Agus, secara
umum terbagi menjadi dua, yaitu efek akut dan kronik. Efek akut terbagi menjadi
iritasi saluran napas, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), atau kesulitan
bernapas pada penderita gangguan paru sebelumnya seperti penyakit asma.
Sementara itu, efek kronik terjadi setelah paparan
bertahun-tahun. Hal ini ditandai adanya penumpukan abu silika dalam paru, yang
disebut silikosis. Penderita akan mengalami penurunan fungsi paru dan penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK).
Kondisi meteorologi, kata Agus, juga turut berpengaruh,
yakni korban yang berdiri sesuai arah angin saat muntahan abu vulkanik
kemungkinan menghirup lebih banyak dibanding yang berlokasi melawan arah angin.
Kendati begitu, efek merugikan dari debu vulkanik, terang Agus, bisa dicegah
dengan penggunaan masker khusus. "Gunakan masker. Jika memungkinkan
gunakan masker kategori N 95-N 100," kata Agus yang menambahkan masker
tersebut mencegah masuknya debu berukuran kurang dari 10 mikron.
Bila telanjur terpapar, Agus menyarankan secepatnya ke
fasilitas kesehatan terdekat. Untuk efek akut bisa diatasi dengan obat batuk,
pengurang sesak, pengencer dahak, atau radang.
Pemeriksaan sederhana yang dilakukan adalah pengukuran menggunakan peakflow.
Alat ini mengukur puncak udara keluar dari paru-paru. Sedangkan untuk paparan
yang lebih lama, biasanya diperlukan rontgen paru.
Komentar
Posting Komentar